PENGGUNAAN EYD DALAM MENULIS
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ejaan adalah keseluruhan peraturan
bagaimana melambangkan bunyi ujaran, dan bagaimana menghubungkan serta
memisahkan lambang-lambang. Secara teknis, ejaan adalah aturan penulisan huruf,
penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan penulisan tanda baca. Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) adalah ejaan Bahasa Indonesia, ejaan Republik atau ejaan
Soewandi. yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan
sebelumnya.
Bahasa
Indonesia dalam sejarah perkembangannya telah menggunakan beberapa ejaan,
antara lain ejaan Van Ophuiysen dan ejaan Soewandi. Akan tetapi, sejak 1972,
tepatnya pada 16 Agustus 1972, telah ditetapkan dan diberlakukan Ejaan yang
Disempurnakan (EYD) yang diatur dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Apabila pedoman ini
dipelajari dan ditaati maka tidak akan terjadi kesalahan pengejaan kata.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan EYD ?
2. Bagaimana penggunaan EYD dalam menulis ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ejaan Yang Disempurnakan
EYD (Ejaan yang Disempurnakan) adalah tata bahasa dalam
Bahasa Indonesia yang mengatur penggunaan bahasa Indonesia dalam tulisan, mulai
dari pemakaian dan penulisan huruf capital dan huruf miring, serta penulisan
unsur serapan. EYD disini diartikan sebagai tata bahasa yang disempurnakan.
Dalam penulisan karya ilmiah perlu adanya aturan tata bahasa yang
menyempurnakan sebuah karya tulis. Karena dalam sebuah karya tulis memerlukan
tingkat kesempurnaan yang mendetail. Singkatnya EYD digunakan untuk membuat tulisan
dengan cara yang baik dan benar.
Peran EYD yakni sebagai pedoman umum bagi para pengguna Bahasa Indonesia. Siapa pun, kapan pun, dimana pun menggunakan EYD secara benar dan baik, maka harus mengacu pada EYD yang sesuai dengan Undang-Undang dan Pancasila. EYD pun memiliki pengecualian, biasanya pada penulisan judul. EYD yang digunakan saat ini adalah EYD yang telah disepakati oleh 3 negara yakni Indonesia, Malaysia dan Bruneidarussalam.
B. Penggunaan EYD dalam Menulis
Penggunaan Huruf Kapital
1) Jabatan tidak diikuti nama orang
Dalam butir 5 Pedoman
EYD dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsure nama
jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama
tempat. Contoh, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Gubernur Jawa Barat,
Profesor Jalaluddin Rakhmat, Sekretaris Jendral, Departemen Pendidikan
Nasional. Jabatan tidak diikuti nama orang tidak memakai huruf kapital. Contoh,
Menurut bupati, anggaran untuk pendidikan naik 25 % dari tahun sebelumnya.
2) Huruf pertama nama bangsa
Dalam butir 7 dinyatakan, huruf kapital digunakan sebagai
huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa. Contoh, bangsa Indonesia,
suku Sunda, bahasa Inggris.
Ditegaskan, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku
bangsa, dan bahasa yang dipakai bentuk dasar kata turun. Contoh :
ke-Sunda-Sundaan,ke-Inggris-Inggrisan,ke-Batak-Batakan, meng
Indonesiakan.Seharusnya : kesunda-sundaan, keinggris- inggrisan,
kebatak-batakan, mengindonesiakan.
3) Nama geografi sebagai nama jenis
Dalam butir 9 ditegaskan, huruf kapital tidak dipakai
sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri.
Contoh, berlayar ke teluk, mandi di kali, menyebrangi selat,
pergi ke arah tenggara, kacang bogor, salak bali, pisang ambon,
pepaya bangkok, nanas subang, tahu sumedang, peuyeum bandung dan telur
brebes.
4) Setiap unsur bentuk ulang sempurna
Dalam butir 11 dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai
huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan
lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi. Contoh,
Perserikatan Bangsa-Bangsa, Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Yayasan Ahli-Ahli
Bedah Plastik Jawa Barat, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Garis-Garis
Besar Haluan Negara.
5) Penulisan kata depan dan kata
sambung
Dalam butir 12 dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai
huruf pertama semua kata di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul
karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk
yang tidak terletak pada posisi awal. Biasanya dipakai pada penulisan judul
cerpen, novel. Contoh, Harimau Tua dan Ayam Centil, Hari-Hari
Penantian dalam Gua Neraka, Kado untuk Setan,
Taksi yang Menghilang.
Penulisan Huruf Miring
1. Penulisan nama buku
Pada butir 1 pedoman penulisan huruf miring ditegaskan,
huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan
surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Contoh, Buku Jurnalistik Indonesia,
Majalah Sunda Mangle, Surat Kabar Bandung Pos.
2. Penulisan penegasan kata dan
penulisan bahasa asing
Butir 2 pedoman penulisan huruf miring menyatakan, huruf
miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian
kata, kata, atau kelompok kata.
Contoh,
boat modeling, aeromodeling, motorsport.
3. Penulisan kata ilmiah
Butir
3 pedoman penulisan huruf miring menegaskan, huruf miring dan cetakan dipakai
untuk menuliskan kata nama ilmiah dan ungkapan asing kecuali yang telah
disesuaikan ejaannya. Contoh, royal-purple amethyst, crysacola, turqoisa,
rhizopoda, lactobacillus, dsb.
Penulisan Kata Turunan
1.
Gabungan
kata dapat awalan akhiran
Butir 3 pedoman kata turunan menegaskan, jika bentuk dasar
yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan
kata itu ditulis serangkai. Contoh, bertepuk tangan, garis bawahi,
dilipatgandakan, sebar luaskan.
2.
Gabungan
kata dalam kombinasi
Butir 4 pedoman penulisan kata turunan menyatakan, jika
salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu
ditulis serangkai. Contoh, antarkota, antarsiswa, antipornografi,
antikekerasan, anti-Amerika, audiovisual, demoralisasi, dwiwarna, dwibahasa,
ekasila, ekstrakulikuler, interkoneksi, intrakampus, multifungsi, pramuwisma,
tunakarya, tunarungu, prasejarah, pascapanen, tridaya, rekondisi.
Penulisan Gabungan Kata
1.
Penulisan
gabungan kata istilah khusus
Butir 2 pedoman penulisan gabungan kata mengingatkan,
gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan
pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di
antara unsur yang bersangkutan. Contoh; alat pandang- dengar,
anak-istri saya, buku sejarah-baru, mesin-hitung tangan, ibu-bapak kami.
2.
Penulisan
gabungan kata serangkai
Butir 3 pedoman penulisan gabungan kata menegaskan, gabungan
kata berikut harus ditulis serangkai. Contoh, acapkali, adakalanya,
akhirulkalam, daripada, darmawisata, belasungkawa, dukacita, kacamata,
kasatmata, manakala, manasuka, matahari, olahraga, padahal, peribahasa,
radioaktif, saptamarga, saripati, sediakala, segitiga, sekalipun, sukacita,
sukarela, sukaria, titimangsa.
B. Penggunaan EYD yang benar pada partikel, singkatan,
akronim, dan angka.
PENULISAN PARTIKEL
Penulisan partikel -lah, -kah, dan –tah
Pedoman EYD menetapkan ketentuan pertama menyatakan partikel -lah, -kah, dan
–tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Contoh: bacalah,
tidurlah, apakah, siapakah, apatah.
a. Penulisan partikel pun
Butir 2 tentang penulisan partikel mengingatkan, partikel pun
dituliskan terpisah dari kata yang mendahuluinya.
b. Penulisan partikel per
Butir 3 tentang penulisan partikel menyebutkan, pertikel per
yang berarti mulai, demi, dan tiap ditulis terpisah dari bagian kalimat yang
mendahului atau mengikutinya.
PENULISAN SINGKATAN
Pedoman EYD menegaskan, singkatan ialah bentuk
yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih. Singkatan nama resmi
lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama
dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital
dan tidak diikuti dengan tanda titik.
1. Penulisan singkatan umum tiga huruf
Pedoman EYD mengingatkan, singkatan umum yang
terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. Kaidah bahasa
jurnalistik dengan tegas melarang pemakaian singkatan umum seperti ini dalam
setiap karya jurnalistik seperti tajuk renacana, pojok, artikel, kolom, surat
pembaca, berita, teks foto, feature. Bahasa jurnalistik juga dengan tegas
melarang penggunaan singkatan jenis ini dalam judul tajuk, artikel, surat
pembaca, atau judul-judul berita.
2. Penulisan singkatan mata uang
Pedoman EYD menegaskan, lambang kimia,
singkatan satuan ukuran , takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda
titik.
PENULISAN AKRONIM
Menurut Pedoman EYD, akronim ialah singkatan yang
berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku
kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
Pertama, akronim nama diri berupa gabunga
suku kata. Kedua, akronim yang bukan nama diri berupa gabungan huruf.
1.
Akronim
nama diri
Pedoman EYD menyatakan, akronim nama diri yag
berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata
ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
2.
Akronim
bukan nama diri
Menurut Pedoman EYD, akronim yang bukan nama diri
yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata
dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
Sebagai catatan, Pedoman EYD mengingatkan, jika
dianggap perlu membentuk akronim, maka harus diperhatikan dua syarat
Pertama,
jumlah suku akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata
Indonesia.
Kedua, akronim dibentuk yang sesuai
dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola
kata Indonesia yang lazim
PENULISAN ANGKA
Pedoman EYD menetapkan empat jenis penulisan
angka,
Pertama, angka dipakai untuk menyatakan
lambing bilangan atau nomor. Dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau
angka Romawi.
Kedua, angka digunakan untuk menyatakan :
(1)
ukuran panjang, berat, luas, dan isi,
(2)
satuan waktu,
(3)
nilai uang, dan
(4)
kuanitas.
Ketiga, angka lazim dipakai untuk
melambangkan nomor jalan, rumah, aparteman, atau kamar pada alamat.
Keempat, angka digunakan juga untuk
menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
PENULISAN LAMBANG BILANGAN
Dari delapan jenis penulisan bilangan yang diatur dalam Pedoman
EYD, empat diantaranya perlu dibahas disini. Ini mengingat apa yang
dibolehkan dalam Pedoman EYD, belum tentu dibolehkan pula dalam bahsa
jurnalistik.
a. Penulisan lambang bilangan satu-dua
kata
Pedoman EYD menetapkan, penulisan lambang
bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf
kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam
perincian dan pemaparan.
b. Penulisan lambang bilangan awal
kalimat
Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf.
Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat
dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
c.
Penulisan lambang bilangan utuh
Angka yang menunjukan bilangan utuh yang besar dapat dieja
sebagian supaya lebih mudah dibaca. Ketentuan dalam Pedoman EYD ini
sangat sejalan dengan kaidah bahasa jurnalistik yang senantiasa menuntut
kesederhanaan dan kemudahan.
d. Penulisan lambang bilangan
angka-huruf
Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf
sekaligus dalam teks kecuali didalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
(ash3).com
Penggunaan Tanda Baca
1)
Tanda
Titik ( . )
a. Tanda titik dipakai pada akhir
kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya: Ayahku tinggal di Solo.
Biarlah
mereka duduk di sana.
Dia
menanyakan siapa yang akan datang.
b. Tanda titik dipakai pada akhir
singkatan nama orang.
Misalnya: A. S. Kramawijaya
Muh.
Yamin
c. Tanda titik dipakai pada akhir
singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan
Misalnya: Bc. Hk. (Bakalaureat Hukum)
Dr. (Doktor)
2)
Tanda
Koma ( , )
Tanda koma dipakai di antara
unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan.
Misalnya: Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Satu,
dua, . . . tiga!
Tanda koma dipakai untuk memisahkan
kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh
kata tetapi dan melainkan.
Misalnya: Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Didi bukan
anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
3)
Tanda
Titik Koma (; )
a.
Tanda
titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagianbagian kalimat yang sejenis
dan setara.
Misalnya: Malam makin larut; kami belum selesai juga.
b. Tanda titik koma dapat dipakai untuk
memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti
kata penghubung.
Misalnya: Ayah mengurus tanaman di
kebun; ibu sibuk bekerja di dapur; adik menghafalkan nama-nama pahlawan
nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran pilihan pendengar.
4)
Tanda
Titik Dua ( : )
a.
Tanda
titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian
atau pemerian.
Misalnva: Yang
kita perlukan sekarang ialah barang yang berikut: kursi, meja, dan lemari.
Fakultas itu mempunyai dua jurusan:
Ekonorni Umum dan Ekonomi Perusahaan.
b. Tanda titik dua dipakai sesudah kata
atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya: a.
Ketua :
Ahmad Wijaya
Sekretaris : S. Handayani
Bendahara : B. Hartawan
b. Tempat sidang : Ruang 104
Pengantar Acara : Bambang S.
Hari :Senin
Pukul
: 09.30 WIB
5)
Tanda
Hubung ( – )
a.
Tanda
hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
Misalnya: …ada
cara ba-ru juga.
Suku kata yang terdiri atas satu huruf tidak dipenggal
supaya jangan terdapat satu huruf saja pada ujung baris.
b. Tanda hubung menyambung awalan
dengan bagian kata di belakangnya, atau akhiran dengan bagian kata di depannya
pada
Misalnya: .. . cara baru meng-ukur panas.
… cara baru me-ngukur kelapa.
… alat pertahan-an yang baru.
Akhiran -i tidak dipenggal
supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris.
c. Tanda hubung menyambung unsur-unsur
kata ulang.
Misalnya: anak-anak
berulang-ulang
dibolak-balikkan
kemerah-merahan
Tanda ulang (2) hanya digunakan pada
tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai pada teks karangan.
6)
Tanda
Pisah ( – )
a.
Tanda
pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan
khusus di luar bangun kalimat.
Misalnya: Kemerdekaan bangsa itu -saya yakin akan tercapai-
diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
b. Tanda pisah menegaskan adanya
aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.
Misalnya: Rangkaian penemuan ini-evolusi, teori kenisbisan, dan kini
juga pembedahan atom- tidak mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
7)
Tanda
Elipsis ( … )
a. Tanda elipsis menggambarkan kalimat
yang terputus-putus.
Misalnya: Kalau begitu … ya, marilah kita bergerak.
b. Tanda elipsis menunjukkan bahwa
dalam suatu petikan ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya: Sebab-sebab kemerosotan …
akan diteliti lebih lanjut.
8)
Tanda
Tanya ( ? )
a. Tanda tanya dipakai pada akhir
kalimat Tanya
Misalnya: Kapan ia berangkat?
Saudara
tahu bukan?
- Tanda
tanya dipakai di antara tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang
disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Misalnya: la
dilahirkan pada tahun 1683 (?).
Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?)
hilang.
9)
Tanda
Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang
berupa seruan atau perintah, atau yang menggambarkan kesungguhan,
ketidakpercayaan, atau rasa emosi yang kuat.
Misalnya: Alangkah seramnya peristiwa itu!
Bersihkan kamar ini sekarang juga!
Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak- istrinya!
Merdeka!
10)
Tanda Kurung ( )
a. Tanda kurung mengapit tambahan
keterangan atau penjelasan.
Misalnya: DIP (Daftar Isian Proyek)
kantor itu sudah selesai.
b. Tanda kurung mengapit keterangan
atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Misalnya: Sajak Tranggono yang
berjudul “Ubud” (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962
c. Tanda kurung mengapit angka atau
huruf yang memerinci satu seri keterangan. Angka atau huruf itu dapat juga
diikuti oleh kurung tutup saja.
Misalnya: Faktor-faktor produksi menyangkut masalah
berikut:
(a) alam,
(b) tenaga
kerja, dan
(c) modal.
Faktor-faktor
produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.
11)
Tanda
Kurung Siku ([… ])
a. Tanda kurung siku mengapit huruf,
kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian
kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu jadi isyarat bahwa kesalahan itu
memang terdapat di dalam naskah asal.
Misalnya: Sang Sapurba
men[d] engar bunyi gemerisik.
b. Tanda kurung siku mengapit
keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
Misalnya: (Perbedaan antara dua macam proses ini [lihat BabI]
tidak dibicarakan.)
12)
Tanda
Petik (“… “)
a.
Tanda
petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau
bahan tertulis lain. Kedua pasang tanda petik itu ditulis sama tinggi di
sebelah atas baris.
Misalnya: “Sudah
siap?” tanya Awal.
“Saya belum siap,” seru Mira,
“tunggu sebentar!”
b. Tanda petik mengapit judul syair,
karangan, dan bab buku, apabila dipakai dalam kalimat.
Misalnya: Bacalah “Bola Lampu” dalam buku Dari
Suatu Masa, dari Suatu Tempat.
13)
Tanda
Petik Tunggal ( ‘ … ‘ )
a.
Tanda
petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya: Tanya Basri, “Kaudengar bunyi ‘kring-kring’
tadi?”
“Waktu
kubuka pintu kamar depan, kudengar teriak anakku, ‘Ibu, Bapak pulang’, dan rasa letihku lenyap
seketika,” ujar Pak Hamdan.
b. Tanda petik tunggal mengapit
terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing (Lihat pemakaian tanada
kurung)
Misalnya: rate of inflation
’laju inflasi’
14)
Tanda
Ulang ( …2 ) (angka 2 biasa)
a. Tanda ulang dapat dipakai dalam
tulisan cepat dan notula untuk menyatakan pengulangan kata dasar.
Misalnya: kata2
lebih2
sekali2
15)
Tanda
Garis Miring ( / )
a.
Tanda
garis miring dipakai dalam penomoran kode surat.
Misalnya: No. 7/PK/1973
b. Tanda garis miring dipakai sebagai
pengganti kata dan, atau, per, atau nomor alamat.
Misalnya: mahasiswa/mahasiswi
harganya
Rp 15,00/lembar
Jalan
Daksinapati IV/3
16)
Tanda
Penyingkat (Apostrof) ( ‘ )
a. Tanda apostrof menunjukkan
penghilangan bagian kata.
Misalnya: Ali ‘kan kusurati (‘kan = akan) Malam ‘lah tiba (‘lah = telah)
Penulisan Unsur Serapan
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari
berbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing.
Berdasarkan taraf integrasinya, unsur pinjamam dalam bahasa Indonesia dapat
dibagi atas dua golongan besar. Pertama unsur pinjaman yang belum sepenuhnya
terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti shuttle cock, reshuffle.
Unsur-unsur tersebut di pakai dalam konteks bahasa Indonesia tetapi
pengucapannya masih mengikuti cara asing. Kedua, unsur pinjaman yamg penulisan
dan pengucapannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini
diusahakan agar ejaannya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih
dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Ejaan Yang Disempurnakan adalah kaidah cara
menggambarkan/melambangkan bunyi-bunyi ujaran (kata, kalimat dan sebagainya)
dan bagaimana hubungan antara lambing-lambang itu (pemisahan dan
penggabungannya dalam satu bahasa)
Penggunaan tanda baca perlu untuk dipahami
dan dipelajari lebih detail agar penggunaan tanda baca pada karya ilmiah yang
kita buat menjadi benar dan mudah dipahami oleh orang=orang yang akan membaca
karya ilmiah kita.
2. Saran
Bahasa Indonesia adalah bahasa Negara dan bahasa
Nasional yang berfungsi sebagai sarana komunikasi ilmiah, untuk itu kiranya
adalah suatu keharusan bagi kita semua agar mampu memahami ejaan yang
disempurnakan (EYD).
Apa yang kita mengerti dan pahami tentang ejaan yang
disempurnakan, sekiranya kita dapat mempraktikkan dalam penulisan karya ilmiah
agar bahasa kita ini tidak tercampur dengan kata-kata asing.
Komentar
Posting Komentar