PERMASALAHAN SOSIAL YANG SERING TERJADI DI NEGARA BERKEMBANG

PERMASALAHAN SOSIAL YANG SERING TERJADI DI NEGARA BERKEMBANG



BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. Kemiskinan lahir bersamaan dengan keterbatasan sebagian manusia dalam mencukupi kebutuhannya. Kemiskinan telah ada sejak lama pada hampir semua peradaban manusia. Pada setiap belahan dunia dapat dipastikan adanya golongan konglomerat dan golongan melarat. Dimana golongan yang konglomerat selalu bisa memenuhi kebutuhannya, sedangkan golongan yang melarat hidup dalam keterbatasan materi yang membuatnya semakin terpuruk.
Pada sebagian besar pendapat manusia mengenai kemiskinan pada intinya mereka berpendapat bahwa kemiskinan menggambarkan sisi negatif, yaitu pengamen yang membuat tidak nyaman pengguna jalan raya, pengemis, gubuk kumuh dibawah jembatan layang yang nampak tidak indah, mencemari sungai karena membuang sampah sembarangan, penjambretan, penodongan, pencurian,dll. Dengan demikian, kemiskinan
Sangat indentik dengan kotor, kumuh, malas, sulit diatur, tidak disiplin, sumber penyakit, kekacauan bahkan kejahatan.
Sebagai masalah yang menjadi isu global disetiap negara berkembang, wacana kemiskinan dan pemberantasanya haruslah menjadi agenda wajib bagi para pemerintah pemimpin negara. Peran serta pekerja sosial dalam menagani permasalahan kemiskinan sangat diperlukan, terlebih dalam memberikan masukan (input) dan melakukan perencanaan strategis tentang apa yang akan menjadi suatu kebijakan dari pemerintah.

BAB II
PEMBAHASAN
Nama narasumber         : Pak En
Agama                  : islam
Umur                    : 80 tahun
Pekerjaan             : pedagang
Penghasilan          : kurang dari 100rb/hari
Tempat tinggal     : Pancakarya
Status                            : -
Jumlah istri          : -
Jumlah anak         : -
Ciri fisik               : manula, banyak tahi lalat diwajah, kulit sawo matang, rambut beruban, jalannya membungkuk

Beliau adalah seorang yang sebatang kara, ditinggal oleh kakaknya pada tahun 2015 serta tidak memiliki istri dan anak. Biasanya beliau menjualkan dagangannya di dekat kampus universitas PGRI Semarang. Beliau menjualkan dagangannya berkisar Rp.1000-2000 per bungkusnya, beliau tidak akan menerima uang tanpa membeli barang yang ia jual,alasan ia tetap berjualan dalam keadan tua renta yaitu untuk membiayai kehidupan sehari-hari. Beliau hanya tidak ingin merepotkan orang lain.
Biasanya yang membeli barang dagangan bapak tersebut karena mereka merasa kasihan melihat bapak tua yang masih bekerja dan membiayai hidupnya sendiri, padahal di sesusia beliau harusnya menikmati masa tuanya dirumah tanpa harus bekerja keras.
Beliau juga mengakui bahwa yang  membeli barang dagangannya itu cenderung merasa kasihan bukan karena tertarik dengan dagangannya,banyak orang yang ingin uangnya dengan cara tidak mau menerima uang kembalian.
Penghasilan beliau sehari saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya, tetapi beliau tetap bersemangat menikmati masa tuanya dengan berjualan tanpa pamrih dan mengeluh beliau pun mengakui banyak masyarakat setempat yang merasa simpati terhadap keadaan beliau sekarang ini.

KETERKAITAN DENGAN PANCASILA
Sila ke 2: kemanusaan yang adil yang beradab
karena menurut kasus yang kami bahas yang mengenai penjual makanan ringan yaitu pak En yang telah berusia tua beliau masih bekerja dan beliau tidak mendapatkan keadilan yang layak hidup diera kehidupan yang serba modern ini,beliau menikmati masa tuanya untuk membiayai kehidupan ia sendiri yang hanya hidup sebatang kara.
Sila ke 5: keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia
Untuk sementara ini kasus yang kami bahas dan yang pak en alami si penjual makanan ringan tersebut banyak mendapatkan simpati dari masyarakat sekitar tempat tinggalnya dan para pembeli yang membeli barang dagangan yang ia jual, namun dalam kebijakan atau tindakan pemerintah sendir belum secara resmi mendatangi pak En tersebut untuk menjyalurkan dana atau bantuan untuk mendapatkan hidup yang layak, untuk itu mengenai sila ke 5 ini pemerintah perlu bertindak dan melihat masyarakat bawah yang memerlukan bantuan dan hidup yang layak

KETERKAITAN DENGAN UU
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) dalam pasal 34 ayat 1 dinyatakan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara.
Mengacu pada bunyi pasal UUD 1945 tersebut, seharusnya tidak ada lagi rakyat di atas bumi pertiwi ini yang masih dalam taraf kehidupan tidak layak, atau berada di garis kemiskinan. Dan, kalaupun masih ada, maka menjadi kewajiban negara melalui pemerintah untuk memelihara dan membuatnya menjadi sejahtera.
Seperti yang tertera dalam pasal 34 ayat 1, 2, dan 3 yaitu :
1) Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara.
2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan
    masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas
    pelayanan umum yang layak.
Bukti kurang berjalannya pasal 34 ayat 1 dalam masyarakat sangat banyak. Salah satunya, yang kasat mata adalah, masih banyaknya anak-anak mengamen, pengemis, mpedagang asongan, bahkan mencopet, di sepanjang jalan dan lampu merah, di kolong jembatan dan tempat-tempat lain.
Melesetnya target, terutama angka kemiskinan, bukanlah sesuatu yang bisa dimaklumi. Pasalnya, baik program, badan, maupun anggaran untuk penanggulangan kemiskinan terus meluncur.


YANG MENGAKIBATKAN TIDAK BERJALANNYA PASAL 34 AYAT 1
Ada para koruptor, para mafia pajak, para penghisap keringat rakyat, dan para penghisap kekayaan negara. Dan meskipun sudah ada hukuman pun malah makin banyak koruptor.
Korupsi masih banyak terjadi dikarenakan memiliki banyak celah antara lain korporatisme. Korporatisme, dalam khasanah literature ekonomi-politik, sering dibandingkan dengan praktek politik di mana pemerintah atau penguasa berinteraksi secara tertutup (idak diketahui oleh masyarakat) dengan sektor swasta besar (pengusaha kelas kakap). Dalam ketertutupan tersebut, transaksi ekonomi mapun politik terjadi hanya untuk kepentingan segelintir kelompok kepentingan (interest group) yang terlibat di dalamnya. Biasanya transaksi politik maupun eknomi yang seperti ini terjadi secara informal dalam tatanan hukum yang kabur atau tatanan hukum yang memihak kepentingan kelompok kecil tersebut. Adanya persengkongkolan seperti ini membuka peluang besar bagi hukum untuk dipermainkan (mafia hukum) sehingga hukum seorah-olah telah dipegang oleh tangan-tangan tertentu.
Di himbau untuk masyarakat juga ikut mengawasi partai politik dan politik pemerintahan di Indonesia. Pemerintah juga sebaiknya trasparan terhadap raknyanya supaya mengurangi celah untuk para sang koruptor beraksi.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari wawancara yang kami lakukan bersama bapak En yang berprofesi sebagai pedagang kami memperolah informasi mengenai latar belakang kehidupan beliau dan kami dapat mempelajari bagaimana perjuangan seorang kepala rumah tangga, bagaimna menjalani hidup dengan sabar, usaha, tanpa pamrih sera tidak ada kata putus asa. Sertakita tidak boleh takun bila kita melakukan kebenaran. Beliau merasa bangga dengan hidupnya karna mendapat upah berkat usahaya, bukan seperti parakoruptor yang dengan sengaja menggambil hal yang bukan milik mereka.

Komentar